MAKALAH FIQIH - MUJMAL DAN MUBAYAYAN
TUGAS ILMU FIQIH
MUJMAL DAN MUBAYAYAN
Guru Pembimbing : Ibu Hj. Nur Asmah
OLEH :
HAIYULIANTI
INDAH DWI APRIANI
INDAH DWI SAPRINA
MADRASAH ALIYAH NEGERI
(MAN) 1 PONTIANAK
MUJMAL
DAN MUBAYYAN (الـمُجْمَلُ والـمبَيَّن)
1.
MUJMAL
a.
Definisi Mujmal (المجمل) :
Secara bahasa :
·
berarti
samar-samar dan beragam/majemuk
·
(المبهم
والمجموع) mubham (yang tidak diketahui) dan yang terkumpul.
Secara istilah berarti:
·
lafadz yang maknanya tergantung pada lainnya,
baik dalam menentukan salah satu maknanya atau menjelaskan tatacaranya, atau
menjelaskan ukurannya.
·
ما يتوقف فهم المراد منه على غيره، إما في تعيينه أو بيان
صفته أو مقداره
“Apa
yang dimaksud darinya ditawaqqufkan terhadap yang selainnya, baik dalam
ta’yinnya (penentuannya) atau penjelasan sifatnya atau ukurannya.”
1. Contoh: lafadz yang masih memerlukan lainnya untuk menentukan
maknanya: kata ” rapat ” dalam bahasa Indonesia misalnya memiliki dua makna:
perkumpulan dan tidak ada celah. Sedangkan dalam al Qur’an misalnya surat al
Baqarah: 228
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ
بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ …….﴿البقرة:
٢٢٨﴾
kata ” قروء ” dalam ayat ini bisa berarti : suci atau haidh. Sehingga
untuk menentukan maknanya membutuhkan dalill lain.2.contoh: lafadz yang membutuhkan lainnya dalam menjelaskan tatacaranya. Surat An Nur: 56
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا
الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿النور:
٥٦﴾
Kata “ mendirikan shalat” dalam ayat di atas masih mujmal/belum jelas karena
tidak diketahui tatacaranya, maka butuh dalil lainnya untuk memahami
tatacaranya.Begit pula ayat- ayat haji dan puasa
3. contoh lafadz yang membutuhkan lainnya dalam menjelaskan ukurannya. Surat an nur : 56 di atas.
Kata ” menunaikan zakat ” dalam ayat di atas masih mujmal karena belum diketahui ukurannya sehingga untuk memahaminya masih diperlukan dalil lainnya.
Contoh yang
membutuhkan dalil lain dalam ta’yinnya : Firman Alloh ta’ala :
وَالْمُطَلَّقَاتُ
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan
diri (menunggu) tiga kali quru’” (Al-Baqoroh : 228)
Quru’
(القرء) adalah lafadz yang musytarok (memiliki beberapa makna, pent) antara
haidh dan suci, maka menta’yin salah satunya membutuhkan dalil.
Contoh
yang membutuhkan dalil lain dalam penjelasan sifatnya: Firman Alloh ta’ala :
وَأَقِيمُوا
الصَّلاة “Dan dirikanlah sholat” (Al-Baqoroh : 43)
Maka
tata cara mendirikan sholat tidak diketahui (hanya dengan ayat ini, pent),
membutuhkan penjelasan.
Contoh
yang membutuhkan dalil lain dalam penjelasan ukurannya : Firman Alloh ta’ala :
وَآَتُوا الزَّكَاةَ
“Dan
tunaikanlah zakat” (Al-Baqoroh : 43)
Ukuran
zakat yang wajib tidak diketahui (hanya dengan ayat ini, pent), maka
membutuhkan penjelasan.
b. Hukum
mujmal
Dari definisi diatas,
dapat dimbil pemahaman bahwa jika ditemukan suatu lafad yang mujmal, baik
dalam al-Quran maupun Hadis, maka status hukum yang terkandung di dalamnya
harus ditangguhkan selama belum menemukan dalil lain yang bisa menjelaskanya.
Akan tetapi jika sudah ditemukan penjelasan (bayyan) dari lafad atau
dalil lain, maka barulah lafad mujmal tersebut dipakai dan dilaksanakan
semua ketentuan hukumnya sesuai dengan bayyannya.
Contoh ada ayat mujmal
(misalnya kewajiban shalat dalam al-Quran), maka yang harus dilakukan
adalah mencari bayyan yang cocok dengan lafad tersebut (misalnya hadis
tentang praktek shalat). Dalam hal ini hadis dapat memberikan penjelasan pada
lafad mujmal sepanjang tidak ada penjelasan al-Quran. Oleh sebab itu,
untuk mencari penjelas (bayyan) lafad mujmal terlebih dahulu
harus mencarinya dari nas} al-Quran, baru kemudian mencarinya dari
al-Hadis
c. Hikmah menggunakan mujmal
Mujmal adalah
salah satu bagian dari mutasha}bi>h. lafad mujmal memiliki
beberapa faidah yang sangat besar manfaatnya diantaranya ialah:
1. Mengandung
hikmah yaitu menguji, merangsang akal untuk berpikir bagi setiap orang yang
memikirkanya
2. Memperoleh
derajat ilmu serta mendapat kemuliaanya
3. Memperlihatkan
kadar jerih payah dalam mencari kebenaran
4. Menambah
ketenangan hati (iman) karena akan mengetahui bahwa al-quran benar-benar
berasal dari Allah SWT.
2.
MUBAYAN
a.
Definisi mubayyan (المبيَّن) :
Mubayyan secara bahasa : (المظهر والموضح) yang ditampakkan dan yang dijelaskan.
Secara
istilah :
·
Lafadz yang dapat
dipahami maknanya berdasar asal awalnya atau setelah dijelaskan oleh lainnya
·
ما يفهم المراد منه، إما بأصل الوضع أو بعد التبيين
“Apa
yang dapat difahami maksudnya, baik dengan asal peletakannya atau setelah
adanya penjelasan.”
Contoh
yang dapat difahami maksudnya dengan asal peletakannya : lafadz : langit (سماء),
bumi (أرض), gunung (جبل), adil (عدل), dholim (ظلم), jujur (صدق). Maka kata-kata
ini dan yang semisalnya dapat difahami dengan asal peletakannya, dan tidak
membutuhkan dalil yang lain dalam menjelaskan maknanya.
Contoh
yang dapat difahami maksudnya setelah adanya penjelasan : firman Alloh ta’ala :
وَآتُوا الزَّكَاةَ
“Dan
dirikanlah sholat dan tunaikan zakat” (Al-Baqoroh : 43)
Maka
mendirikan sholat dan menunaikan zakat, keduanya adalah mujmal, tetapi pembuat
syari’at (Alloh ta’ala) telah menjelaskannya, maka lafadz keduanya menjadi
jelas setelah adanya penjelasan.
b.
Macam-macam Bayan :
1) Bayan dengan perkataan ;
Sebagaimana Firman Allah s.w.t. :
“Barangsiapa tidak mendapat (beli binatang qurban), hendaklah ia berpuasa tiga hari dalam masa haji, dan tujuh hari apabila kamu kembali; yang demikian itu sepuluh hari sempurna”. ( Al- Baqarah : 196 )
Lafadz “tujuh” dalam bahasa Arab sering ditujukan kepada banyak yang diartikan lebih dari tujuh. Untuk menjelaskan “tujuh betul-betul”, maka Allah iringi dengan firmanNya “sepuluh” hari yang sempurna.
Penjelasan “tujuh betul-betul” dalam ayat ini adalah dengan ucapan.
2) Bayan dengan perbuatan ;
“Barangsiapa tidak mendapat (beli binatang qurban), hendaklah ia berpuasa tiga hari dalam masa haji, dan tujuh hari apabila kamu kembali; yang demikian itu sepuluh hari sempurna”. ( Al- Baqarah : 196 )
Lafadz “tujuh” dalam bahasa Arab sering ditujukan kepada banyak yang diartikan lebih dari tujuh. Untuk menjelaskan “tujuh betul-betul”, maka Allah iringi dengan firmanNya “sepuluh” hari yang sempurna.
Penjelasan “tujuh betul-betul” dalam ayat ini adalah dengan ucapan.
2) Bayan dengan perbuatan ;
seperti penjelasan Nabi s.a.w. pada
cara-cara shalat dan haji : صلوا كما رايتمونى اصلى .
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku menjalankan shalat”. ( HR. Bukhari )
Cara shalat ini dijelaskan dengan perbuatan oleh Nabi s.a.w. yakni beliau mengerjakan sebagaimana cara beliau mengerjakan, sambil menyuruh orang menirunya.
3) Bayan dengan isyarat ;
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku menjalankan shalat”. ( HR. Bukhari )
Cara shalat ini dijelaskan dengan perbuatan oleh Nabi s.a.w. yakni beliau mengerjakan sebagaimana cara beliau mengerjakan, sambil menyuruh orang menirunya.
3) Bayan dengan isyarat ;
misalnya penjelasan Nabi s.a.w. tentang
jumlah hari dalam satu bulan. Penjelasan ini diberikan kepada sahabat beliau
mengangkat kesepuluh jarinya tiga kali, yakni 30 hari. Kemudian mengulanginya
sambil membenamkan ibu jarinya pada kali yang terakhir. Maksudnya bahwa bulan
Arab itu kadang-kadang 30 hari atau 29 hari.
4) dengan meninggalkan sesuatu Bayan;
Misalnya hadits Ibnu Hibban yang menerangkan :
كان اخر الامرين منه ص م . عدم الوضوء مما مست النار . ( روه ابن حبان )
“Adalah akhir dua perkara pada Nabi
s.a.w. tidak berwudlu’ karena makan apa yang dipanaskan oleh api”.
Hadits ini sebagai penjelasan yang menyatakan bahwa Nabi s.a.w. tidak berwudlu’ lagi setiap kali selesai makan daging yang dimasak.
Hadits ini sebagai penjelasan yang menyatakan bahwa Nabi s.a.w. tidak berwudlu’ lagi setiap kali selesai makan daging yang dimasak.
5) Bayan dengan diam ;
Misalnya tatkala Nabi s.a.w. menerangkan
wajibnya ibadah haji, ada orang yang bertanya “apakah setiap tahun ya
Rasulullah ?” Rasulullah berdiam tidak menjawab. Diamnya Rasulullah ini berarti
menetapkan bahwa kewajiban haji itu tidak tiap –tiap tahun.
***
Comments
Post a Comment